Tulisan ini dengan niat Ikhlas ingin memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran agar bisa memberikan petunjuk yang lurus dalam mengamlkan ajaran Islam. Dengan jalan 'ijazah' setelah dipelajari.

Thursday, February 1, 2018

PERADABAN MASA KHULAFA AL RASYIDIN SISTEM PENGANGKATAN KHALIFAH DAN POTRET KEPEMIMPINANNYA: IMPLIKASIBAGI PERADABAN ISLAM

SISTEM PENGANGKATAN KHALIFAH DAN POTRET KEPEMIMPINANNYA: IMPLIKASIBAGI PERADABAN ISLAM
Refleksi Demokratisasi dan Metodologi Leadhersip dari Indikasi Deskripsi Potret Kepemimpinan 'Khulfaur Risyidin Al-Mubsyirah bil-Jannah' dalam Bingkai Peradaban Islam dan Implikasinya Sejak Dulu hingga Sekarang.
  
: AKHMAD FAKIH, S.Pd.I

A.  Peradaban Masa Khulafa Al-Rasyidun
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran. Mereka adalah Abu Bakkar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib.
1.    Abu Bakkar Ahs-Shiddiq
Abu Bakkar Ash-Shiddiq namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’bah bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah. Lahir di Mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun Gajah. Rasulullah SAW menyifatinya dengan atiq min an nar” (orang yang terbebas dari neraka), sehingga dia lebih dikenal dengan nama “Atiq”. Sedangkan gelar “Shiddiq” beliau peroleh setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah, ketika beliau tanpa ragu-ragu membenarkan kejadian tersebut disaat orang lain mendustakan dan menganggapnya sebagai hal yang mengada-ada.[1] Nabi seringkali menunjuknya untuk mendampinginya disaat-saat penting atau jika berhalangan, Rasul mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keamanan dan atau mengurusi persoalan-persoalan aktual di Madinah.[2]
a.       Sistem Pengangkatan Abu Bakkas Ash-Shiddiq
Sistem pengangkatan Abu Bakkar Ash-Shiddiq menjadi khalifah bersifat penunjukan. Dengan wafatnya nabi Muhammad Saw, maka berakhirlah situasi yang sangat unik dalam sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang berdasarkan kenabian dan bersumberkan wahyu Ilahi. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin ummat. Berkenaan dengan pengganti beliau sebagai Kepala Negara, terjadilah perselisihan pendapat di kalangan kaum muslimin pada saat itu. Situasi ini membahayakan ummat Islam di Madinah, sehingga masalah pergantian pimpinan dicoba untuk diselesaikan pada hari wafatnya nabi. Pertemuan mendesak yang dilakukan oleh suku Khazraj merupakan tantangan besar terhadap keutuhan Madinah. Persoalan menjurus sampai pada usaha menemukan calon yang paling bisa diterima oleh semua. Masing-masing kelompok mengajukan calon Khalifah dan mengklaim bahwa calon mereka yang paling berhak atas kekhalifahan. Calon-calon tersebut antara lain Abu Bakar, 'Ali bin Abi Thalib dan Sa'ad bin 'Ubadah. Perselisihan lainnya terjadi di Saqifah, yaitu balai pertemuan Bani Sa'idah. Perselisihan ini berakhir dengan dibai'atnya Abu Bakar sebagai Khalifah, setelah melalui berbagai perdebatan.[3]
Banyak orang menganggap terutama Bani Hasyim yang menganggap bahwa pemilihan Abu Bakkar tersebut tidak sah dikarenakan beberapa alasan, (1) yang pantas menggantikan adalah dari pihak keluarga Nabi yaitu Ali, ini merupakan konsekuensi logis dari watak bangsa Arab yaitu Ashabiyah, (2) sebelum sempurnanya pengurusan jenazah Nabi namun sekelompok orang sudah meributkan tentang pengganti Nabi.[4]
Sedangkan kelompok Ansar telah melakukan pertemuan di Balai Rung Bani Sa'idah. Mereka hendak mengangkat Sa'ad bin Ubadah sebagai Khalifah. Pertemuan tersebut akhirnya diketahui oleh kelompok Muhajirin. Maka pergilah Abu Bakar, Umar dan Abu 'Ubaidah bin Jarrah ke balai pertemuan Bani Sa'idah. Terjadilah perdebatan yang alot dalam pertemuan tersebut. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraish untuk dipilih sebagai Khalifah, yaitu Umar bin Khattab atau Abu 'Ubaidah bin Jarrah. Calon dari Quraish ini diajukan demia menjaga keutuhan ummah dan menghindari permusuhan lama antara dua suku besar di Madinah, yaitu suku Khazraj dan Aus.
Orang-orang Ansar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar. Umar tidak menyia-nyiakan momentum yang sangat baik itu. Umar mulai bicara tentang profil pemimpin yang mereka harapkan guna menjaga keutuhan ummah. Kemudian Umar memegang tangan Abu Bakar dan membai'atnya serta menyatakan kesetiannya kepadanya sebagai Khalifah. Tindakan Umar ini dikuti oleh Abu 'Ubaidah bin Jarrah. Tetapi sebelum dua tokoh Quraish mengucapkan bai'at, Bashir bin Sa'ad, seorang tokoh Ansar dari suku Khazraj mendahui mengucapkan bai'at kepada Abu Bakar. Kemudian bai'at tersebut diikuti oleh kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar yang hadir di sana, termasuk Asid bin Khudair, seorang tohoh Ansar dari suku.
Ada dua faktor utama yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah. Pertama, menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraish. Kedua sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi (profil) Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya. Keutamaan tersebut antara lain ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk agama Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani nabi Saw pada saat hijrah dan ketika bersembunyi di Gua Sar, ia sering ditunjuk Rasulullah Saw untuk mengimami shalat ketika beliau sedang uzur. Ia keturunan bangsawan, cerdas dan berakhlak mulia.[5]
b.      Potret kepemimpinan Abu Bakkar Ash-Shiddiq dan Implikasinya bagi Peradaban Islam
Abu Bakkar menjadi kahilafah selama dua setengah tahun, tepatnya dua tahun tiga bulan dua puluh hari. Selama Abu Bakkar menjadi khalifah, ia selalu memprioritaskan kemaslahatan ummatnya ini bisa dilihat dari bermunculannya orang-orang yang murtad dari agama Islam, adanya gerakan Nabi Palsu dan Pembangkangan Zakat.
Keputusan Abu Bakkar yang paling bijaksana dalam menghadapi pemberontakan ialah hukuman Abu Bakkar terhadap kaum murtadin yang terus membangkang dan tidak memenuhi seruan damai dan tidak mengacuhkan seruan peringatan ancaman.[6]Selain itu kesederhanaan yang ada dalam diri Abu Bakkar, ia masih menjadi pedagang pakaian setelah menjadi kahlifah.[7]
2.    Umar bin Khattab
Nama lengkap Ummar bin Khattab adalah Ummar bin Khattab bin Nufail bin Abdil ‘Uzza bin Rabbah. Beliau adalah khalifah kedua setelah Abu Bakkar ia menerima julukan Faruq (yakin seorang yang memisahkan kebenaran dari kepalsuan) setelah masuk Islam.[8] Umar memeluk Islam ketika usianya dua puluh enam tahun dan sumber-sumber itu sepakat bahwa ia masuk Islam pada tahun keenam kerasulan Nabi SAW.[9]Ia juga orang yang pertama kali diberi gelar Amir Al-Mu’minin (pemimpin orang beriman). Umar menyebut dirinya adalah Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah).
Diantara kelebihan umar ialah bahwa ia memiliki sifat yang tegas yang diwarisi bapaknya. selain itu beliau juga seorang pemimpin yang saleh, jujur, adil dan sederhana serta selalu mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang banyak. Karakter-karakter tersebut menjadi modal utama beliaudalam mensukseskan politik pemerintahannya.
a.      Sistem Pengangkatan Umar bin Khatab
Menjelang wafat, Abu Bakkar menunjuk Umar sebagai penggantinya. Menurutnya, hanya Ummar lah yang mampu untuk meneruskan tugas kepemimpinan umat Islam. Namun sebelum Abu Bakkar menetapkan Umar sebagai penggantinya, terlebih dahulu ia Meskipun pengangkatan Umar sebagai Khalifah merupakan berkonsultasi dan meminta pendapat para pembesar sahabat. Ternyata mereka tidak keberatan atas maksud sang Khalifah mencalonkan Umar sebagai Khalifah berikutnya. fenomena baru yang menyerupai penobatan putera mahkota, tetapi harus dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tersebut tetap dalam bentuk musyawarah yang tidak memakai sistem otoriter, sebab Abu Bakkar tetap meminta pendapat dan persetujuan dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar. Bahkan hal tersebut ia tuangkan salam sebuah surat wasiat.[10]
Penunjukan secara langsung oleh Abu Bakkar merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakkar untuk menunjuk Umar menjadi Khalifah:[11]
1)   Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk seorang menggantikannya.
2)   Kaun Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi Khalifah.
3)   Ummat Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang. Sementara pasukan mujahidin bertempur diluar kota Madinah melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi dipihak lain.

b.      Potret Kepemimpinan Umar bin Khatab dan Implikasinya bagi Peradaban Islam
Dengan membentuk sistem militer yang handal dan didukung sistem administrasi kenegaraan yang efektif dan efisien. Berikut beberapa rekonstruksi pemikiran dan peradaban Islam masa Khalifah Umar bin Khattab:[12]
1)      Bidang Politik/Pemerintahan
a)      Selalu mengedepankan prinsip musyawarah serta memperhatikan berbagai macam aspirasi dalam memutuskan suatu perkara
b)      Berpegang pada prinsip keadilan dan persamaan dalam penegakan masyarakat dan pemerintahan.
2)      Bidang Administrasi Negara
a)      Mendirikan Baitul Mal sebagai tempat menyimpan semua pendapatan negara
b)      Membuat peraturan yang berkaitan dengan kekayaan negara yaitu melakukan pembukuan administrasi.
3)      Bidang Kepemimpinan
Mencontohkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang mulia dimana seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh bagi masyarakat, misalnya seorang pemimpin harus mempunyai sifat jujur, pemberani, jantan, zuhud, senang berkorban, rendah hati, mau menerima nasehat orang lain, bijaksana, sabar, cita-cita tinggi, memiliki keteguhan hati, memiliki keinginan yang kuat, adil, mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik, dan lain-lain.
4)      Bidang Hukum
a)      Dalam memutuskan suatu hukum selalu bersumber pada al-Quran, as-Sunnah, Ijtihad, Ijma’, Qiyas, Putusan-putusan hukum terdahulu, dan ar-Ra’yu (pendapat).
b)      Bukti-bukti yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum diantaranya, pengakuan terdakwa, persaksian, sumpah, pengumpulan informasi dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan penetapan nasab, bukti-bukti penguat, juga pengetahuan seorang hakim.
5)      Selalu mengedepankan prinsip kemashlahatan Ummat.
6)      Meliliki Jiwa yang besar dalam menerima kritikan dari rakyat yang dipimpinnya.

3.    Utsman bin Affan
Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Beliau adalah pedagang dengan modal sangat besar sebelum Islam. Banyak hartanya beliau infakkan buat kepentingan dakwah baik periode Mekkah maupun setelah di Madinah. Utsman adalah orang yang sangat dekat dengan Rasulullah. Beliau diberi gelar Dzun Nurain karena menikah dengan duan anak Rasulullah, Ruqayyah dan Ummu Kaltsum. Beliau termasuk di antara sepuluh sahabat yang mendapat gembira akan masuk surga dan beliau akan mati syahid.[13]
Utsman terkenal pemalu, memiliki kecerdasan akal, sangat Iffah (menjaga kehormatan diri), menjaga silaturahmi, takwa, panjang shalat tahajjud-nya, menangis saat mengenang negeri akhirat, tawadu, mulia dan dermawan.
a.      Sistem Pengangkatan Utsman bin Affan
Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga setelah menggantikan Umar bin Khattab yang meninggal dunia. Umar bin Khattab Sebelum meninggal menunjuk enam orang untuk menjadi anggota dewan syura yang bertujuan untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah berikutnya. Enam anggota yang terpilih adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Zubair bin Al-awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Abdurrahman bin Auf selaku ketua dewan syura, melakukan musyawarah dengan anggota yang lain untuk memilih dua orang kandidat. Kaum muslimin memilih Utsman bin Affan menjadi khalifah, karena kaum muslimin memandang Utsman bin Affan lebih tua dan perilakunya dipandang lebih lembut.[14]
Khalifah Umar bin Khattab menentukan masa pemilihan atau musyawarah selama 3 hari dan memerintahkan supaya para anggota majelis syura melakukan musyawarahnya di salah satu rumah para anggota.
Musyawarah yang dilakukan oleh majelis syura akhirnya membuahkan hasil. Abdurrahman bin Auf sebagai ketua di majelis syura mengumumkan pada hari itu juga ada pembaiatan khalifah selanjutnya. Kaum muslimin melihat bahwa Utsman bin Affan sangat cocok menjadi khalifah ketiga. Kaum muslimin melihat bahwa sifat baik dan kedekatan yang sangat baik dengan Rasulullah yang menjadikan Utsman bin Affan menjadi khalifah.[15]
b.      Potret Kepemimpinan Utsman bin Affan dan Implikasinya bagi Peradaban Islam
Dalam menjalankan kekhalifahannya, Utsman tidak setegas Abu Bakkar dan Umar Beliau mempunyai sifat lembut dan pemalu, hal ini berpengaruh terhadap karakter beliau dalam mengambil keputusan. Terjadi dalam beberapa kasus pengangkatan jabatan, Utsman cenderung tidak bisa menolak permintaan saudaranya untuk menjadikan pejabat.
Enam tahun pertama pemerintahannya, kebijakan yang dijalankan merupakan kelanjutan dari kebijakan politik Khalifah Umar bin Khatab. Kekhalifahannya ditandai dengan perluasan kerajaan Islam yang besar sekali. Ia berhasil dan berjalan dengan lancar, keamanan, keharmonisan, ketentraman tercipta. Tetapi pada masa enam tahun kedua, pemerintahan sedikit demi sedikit terjadi kekacauan. Utsman memberikan kekuatan, kekuasaan atau otoritas kepada suku tertentu Bani Umayyah. Tindakan Utsman ini membuat perang sebagian orang Quraisy, maka banyak pihak menjadi murka dan selanjutnya mendorong orang terang-terangan memberontak terhadap Utsman.[16]
Sifat Khalifah Utsman adalah mudah terpengaruh dengan cerita yang disadur orang di depannya. Akhirnya pemerintahannya berada dibawah kendali para keluarganya. Langkah politik Utsman yang lemah dan keterpihakkannya kepada kaum kerabat telah menimbulkan kebencian dari penduduk Madinah dan sejumlah besar penduduk kota-kota diberbagai wilayah negara.[17]
4.    Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib bin Abdi al Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Ali adalah satu dari sepupu orang yang mendapat jaminan dari Rasulullah Saw untuk masuk surga. Ia adalah saudara Rasulullah sewaktu terjadi Mu’akhat (jalinan ukhuwah dari Madinah). Ali adalah juga menantu Rasulullah Saw karena ia menikahi putri beliau, Fatimah, pemimpin perempuan sedunia. Ali adalah salah satu ulama Rabbaniyyin, seorang pejuang yang gagah berani, seorang zuhud yang terkenal ia seorang orator ulung. Ia adalah diantara penghimpun al-Quran dan ia bacakan dihadapan Rasulullah Saw.[18]
Ali dikenal sebagai pemberani, orator, dan sastrawan. dalam masalah qadha, beliau adalah pakarnya. Beliau memiliki keimanan yang kuat, pemahaman Islam yang baik dan memiliki kemampuan untuk memengaruhi khalayak, seperti masuk Islamnya penduduk Hamadhan seluruhnya di tangan beliau dalam satu hari.[19]
a.    Sistem Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Baiat terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah berjalan dengan suka rela dari kaum muslimin, hal itu berlangsung setelah terjadi pembunuhan terhadap Khalifah Utsman oleh tangan-tangan kotor para pemberontak yang datang dari berbagai penjuru daerah, sehingga peristiwa tersebut menghantarkan sang Khalifah Rasulullah itu syahid menghadap Allah Swt.[20]
Atas dasar itulah mereka berusaha untuk memilih seorang khalifah secapat mungkin dan dilakukan di Madinah karena kita itu satu-satunya yang ibu kota Islam. Di sana juga tinggal Ahl Al-Halli Wa Al-Aqd, semacam dewan perwakilan yang berhak memilih melakukan baiat kepada seorang khalifah. Karena kondisi yang sangat genting tidak mungkin meminta pendapat dari daerah dan provinsi yang bertebaran di seluruh negeri.Keadaan yang sangat berbahaya ini memerlukan pengangkatan seorang pimpinan yang dengan segera untuk menghindari perpecahan dan kehancuran yang mengancam keutuhan negara. Pada waktu itu ada Empat orang sahabat Nabi saw dari enam yang dipilih Umar sebelum wafat, yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair dan Saad bin Abi Waqas. Dilihat dari berbagai segi Ali dianggap yang paling utama. Dalam sebuah pertemuan permusyawaratan Abdurrahman bin Auf menetapkan Ali sebagai tokoh yang paling dipercayai umat setelah Utsman bin Affan.[21]
Atas dasar itu mereka memandang wajar memilih Ali sebagai pemimpin mereka. Dan tidak pula ada seorang pun yang dipercaya selain Ali. Jika ada seseorang yang mencalonkan diri di samping Ali pasti tidak akan terpilih karena levelnya jauh di bawah Ali.[22] Semua sahabat yang saat itu ada di madinah membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka mengatakan bahwa masyarakat tidak akan tertib, keadaan tidak akan aman tanpa adanya seorang pemimpin.
b.      Potret Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib dan Implikasinya bagi Peradaban Islam
Demokratis Ali Bin Abu Thalib menerima kekhalifahan dan mau dibaiat Tetapi bai’at harus dilakukan di Mesjid Dan di depan masyarakat banyak dan tidak tersembunyi, dan atas kerelaan kaum muslimin. Bai’at berlangsung di Mesjid Nabawi, termasuk kaum Muhajirin dan Anshar dan tidak ada penolakan, termasuk para sahabat besar, kecuali ada tujuh belas sampai dua puluh orang.
Sifat Ali di hari pertama kekuasaannya, Khalifah Ali Bin Abi Thalib selalu memperhatikan dan mencermati keadaaan rakyatnya. Berusaha meneliti apa-apa yang mengusik, menyakiti, dan menyulitkan hidup mereka. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Khalifah Ali Bin Abi Thalib membuat saluran air untuk mengairi lembah-lembah dan membuat sejumlah tempat pemandian umum di jalan-jalan yang dilintasi kaum muslim. Ia juga sering berjalan-jalan di pasar seraya memperingatkan para pedagang agar tidak melakukan pekerjaan mereka tanpa mengetahui fikih muamalah ia berkata,”orang yang berdagang dan tidak mengetahui fikih maka ia jatuh dalam riba, kemudian melakukan riba, dan melakukannya lagi.[23]
Khalifah Ali menghidupkan cita-cita Abu Bakkar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya kedalam kepemilikan negara. Ali juga segera menurunkan gubernur yang tidak disenangi rakyat. [24]


DAFTAR PUSTAKA
As-Suyuthi, Imam. 2014.  Tarikh Khulafa: Sejarah Para Khalifah. Penerjemah. Muhammad Ali nurdin. Jakarta: Qisthi press. 
Ali Muhamamd Ash-Shalabi. 2008. Biografi Ali bin Abi Talib, (Jakarta: Pustaka al Kautsar.
Ali, Muhammad. 2007. The Early Caliphate (Khulafa Al Rasyidin). Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.
Al-Maududi. 1978.  Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan.
Audah, Ali. 2013.  Ali Bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husain. Jakarta: Pt. Mitra Kerjaya Indonesia.
Abu Bakkar, Istianah. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN MALANG Press.
Hefni, Harjani & Wahyu Ilaihi. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana.
Husain, Taha. 1986. Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam Abu Bakkar dan Umar. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Ibrahin Hasan, Hasan. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Islam-1, terj. A. Bahauddin. Jakarta: Kalam Mulia
Ibrahim, Hasan. 1996.  Tarikh al-Islam, Jilid 1 Cet. XIV Kairo: Maktabah Al-Nahdah al-Misriyah.
Ja’farian, Rosul. 2003.  Sejarah Islam, terj. Ilyas Hasan . Jakarta: PT. Lentera Bashitara.
K.M, Halid. 2014. Utsman bin Affan (Khalifah Penjunjung Al-Qur’an). Bandung: Mizania
Malik, Abdul. Aspek Pendidikan dalam Bangunan Peradaban Masa Umar bin Khatab.  Vol 7 No 1 Februari 2016.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Noor. 2014. Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya). Yokyakarta: Ombak.
Munawwir, Imam. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikiran Islam dari Masa ke Masa. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.
Rahmatullah, Muhammad. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakkar Ash-Shiddiq.  Vol 4 No 2 September 2014.
.





[1] Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 83-83
[2] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 47
[3] Muhammad Rahmatullah, Kepemimpinan Khalifah Abu Bakkar Ash-Shiddiq, Vol 4 No 2 September 2014, hlm.198
[4] Istianah Abu Bakkar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN MALANG Press, 2008), hlm. 29
[5] Muhammad Rahmatullah, Op.Cit. hlm. 199
[6] Imam Munawwir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikiran Islam dari Masa ke Masa, (surabaya: Pt. Bina Ilmu), hlm. 52
[7] Istianah Abu Bakkar, Op.Cit. hlm. 34
[8] Muhammad Ali, The Early Caliphate (Khulafa Al Rasyidin), (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007), hlm. 69
[9] Taha Husain, Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam Abu Bakkar dan Umar, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986), hlm.131
[10] Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam, Jilid 1 Cet. XIV (Kairo: Maktabah Al-Nahdah al-Misriyah, 1996), hlm. 174
[11] Abdul Malik, Aspek Pendidikan dalam Bangunan Peradaban Masa Umar bin Khatab, Vol 7 No 1 Februari 2016, hlm. 86
[12] Ibid, hlm. 88
[13] Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, op.cit, hlm. 99
[14] Noor, Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya), (Yokyakarta: Ombak, 2014), hlm. 102-103
[15] Khalid K.M, Utsman bin Affan (Khalifah Penjunjung Al-Qur’an). (Bandung: Mizania, 2014), hlm.67-69
[16]Rosul Ja’farian, Sejarah Islam, Terj. Ilyas Hasan (Jakarta: PT. Lentera Bashitara, 2003), hlm. 161
[17] Hasan Ibrahin Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam-1, terj. A. Bahauddin (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 504
[18]Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa: Sejarah Para Khalifah, Penerjemah, Muhammad Ali nurdin, (Jakarta: Qisthi press, 2014), hlm 179-180 
[19] Wahyu Ilaihi & Harjani Hefni, op.cit, hlm 102
[20] Ash-Shalabi Ali Muhamamd, Biografi Ali bin Abi Talib, (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2008), hlm. 219
[21] Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1978), hlm. 156
[22] Ibid, hlm. 219
[23] Ali Audah, Ali Bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husain, (Jakarta: Pt. Mitra Kerjaya Indonesia, 2013), hlm. 193-198
[24] Ali Mufrodi, op.cit, hlm. 47
Share: