Tulisan ini dengan niat Ikhlas ingin memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran agar bisa memberikan petunjuk yang lurus dalam mengamlkan ajaran Islam. Dengan jalan 'ijazah' setelah dipelajari.

Tuesday, August 18, 2009

Mutiara-mutiara Keberhasilan Dakwah Nabi Muhammad S.A.W (Chapter I). Sejarah Nabi

Mutiara-mutiara Keberhasilan Dakwah Nabi Muhammad saw
Disusun Oleh : *) Akhmad Fakih, S.Pd.I

Dewasa ini, bermunculan bak cendawan ustad-ustad yang menjadi da’I, mengisi ceramah dakwah di media sosial di youtube dan televisi. Dengan seiringnya waktu, sebagian para da’I ini kemudian mengemukakan hal-hal yang terdapat perbedaan pendapat (khilafiah) dalam masalah syariat agama. Diantara mereka ada yang mengerti dan menerima perbedaan interprestasi terhadap teks, dan sebagian lagi menentang dan bahkan berujung kepada pen-tahziran (saling menghujat atau menjelekan). Jika dibiarkan dan semakin meruncing tentu hal ini bukan malah menjadikan dakwah mereka diterima oleh masyarkat, sebaliknya banyak yang berlari dan meninggalkan ajaran agama Islam. Jika agama tidak didakwahkan dan banyak ditinggalkan akan berimplikasi terhadap  merjalelanya kemaksiatan dan kesesatan, sehingga mempercepat datangnya adzab Allah SWT (semoga Allah swt melindungi kita dari hal itu). Tentu saja cara berdakwah seperti ini tidak dibenarkan dan harus dicegah.  Apa penyebabnya? Dan dimana letak kesalahannya? Penyebab dan kesalahannya mengurucut kepada satu jawaban, yakni tidak mengikuti cara dakwah rasulullah saw secara konkrit dan komperhensif. Oleh karena itu perlu adanya flsahbcak (merajut kembali) dan menganalisis terhadap gambaran sejarah keberhasilan dakwah nabi Muhammad saw dalam menyebarkan agama Islam yang ditempuh dengan sangat cepat dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun.
Ibarat memasuki rumah, maka harus mengetahui cara membuka pintunya. Sebelum membahas lebih dalam tentang dakwah maka perlu dipahami terlebih dahulu makna dakwah itu sendiri. Dakwah (Arab: Masdar dari Da’a, “ajakan” ) adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Dakwah Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah[1].
Oleh karena itu definisi dakwah secara bahasa berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān,  da’wah bilhāl dan da’wah bil-Qolam. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi  juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya[2].

Dakwah Penting?
Kenapa dakwah itu penting? Dakwah sangatlah penting bagi semua umat karena tujuan dakwah menunutun kita untuk menjadi yang lebih baik dan agar kita selau beriman kepada Allah SWT. Selain itu, dakwah merupakan salah satu kewajiban umat Islam. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain (kewajiban individu)[3]. Ibarat kapal laut yang di kabin atas dihuni oleh penumpang banyak sedangkan penumpang yang di dalam kabin bawah mengkampak dan perlahan mulai merusak lambung kapal. Jika penumpang yang di atas tidak berdakwah mengingatkan dan mencegah yang dilakukan oleh penumpang dikabin kapal bawah, maka semua penumpang akan tenggalam. Tenggelamnya kapal ibarat adzab Allah, maka ingatkanlah manusia, seru mereka ke jalan Allah SWT agar mereka terhindar dari adzab-Nya yang pedih. Itulah mengapa dakwah itu sangat penting.
Rasulullah saw mulai berdawkah sejak beliau dinobatkan menjadi seorang Rasul, setelah sebelumnya dinobatkan menjadi nabi melalui turunnya dua ayat penting. Ayat yang pertama menobatkannya Muhammad saw menjadi Nabi[4] adalah Q.S Al Alaq (ayat 1-5), setelah pulang dari bertahannus (menyepi) dan ditemui oleh Namus (Jibril)[5] di Gua Hira pada malam penuh keagungan (Laylah al-qadr)[6], yang menurut riwayat terjadi menjelang akhir bulam Ramadan (610 M)[7], ia kemudian pulang dalam keadaan dingin, tubuh menggigil setelah dipeluk sang Namus di gua Hira. Saat di rumah ia meminta kepada istrinya tercinta, Siti Khadijah (r.a), untuk menyelimutinya memberikan rasa hangat. Selang beberapa saat—ketika nabi merebahkan diri dalam keadaan berselimut—sang Namus menyusul kerumahya dan menurunkan ayat kedua, yaitu Q.S al Mudatsir (ayat 1-3). Ayat kedua ini menobatkan Muhammad saw menjadi seorang Rasul[8]. Wahyu yang telah, dan kemudian turun sepanjang umur dakwah Muhammad saw, muncul dalam bentuk suara yang berbeda dan terkadang mencul seperti Shalshalah al-Jaras (gemerincing lonceng)[9].
Turunnya wahyu kepada rasulullah saw. terutama pada versi Makkah, Pertama, melalui mimpi. Mimpi yang dimaksud disini adalah Ru’yatun as-Shalihah (mimpi yang benar datangnya dari Allah swt). Saat tidur beliau bermimpi secara tiba-tiba dan mendadak. Mimpi itu benar adanya. Sebagaimana yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim a.s., yakni ketika ia dia tagih oleh Allah janjinya dan  menerima perintah untuk menyembelih putranya Nabi Isma`il a.s. Kebanyakan wahyu melalui mimpi mengandung perintah (amar). Kedua, menghujam kedalam hati. Allah SWT langsung menghujamkan wahyu kepada hati nabi Muhammad saw[10]. Ketiga, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad saw. dalam bentuk Manusia[11] (laki-laki)[12]. Keempat, Gemrincing Lonceng (Shalshalah al-Jaras).  Nabi saw merasa berat jika wahyu turun dalam versi dentang lonceng ini. Ia sangat merasakan adanya sesuatu yang amat sangat berat. Keningnya bercucuran keringat deras, sekalipun udara teramat sangat sejuk dan dingin. Jika wahyu versi ini turun, dan ia dalam keadaan menunggangi unta atau bighal (keledai atau anak kuda kecil), sektika hewan itu langusng rapuh bersimpuh atau menderum. Indikasi ini pernah terjadi pada sahabat Zaid bin Tsabit yang saat itu berdampingan dengan Nabi saw saat beliau menerima wahyu dalm bentuk Shalshalah al-Jaras ini. Kaki sahabat Zaid yang tertindihi kaki seakan mau hancur lebur, karena amat sangat beratnya penderitaan Nabi saw jika wahyu dalam bentuk Shalshalah al-Jaras ini turun[13]. Kelima, Jibril dalam wujud Aslinya[14]. Keenam, Melalui Peristiwa Isra` dan Mi’raj. Allah SWT langsung menyampaikan kepada  Muhammad saw dari belakang tabir yang hanya berjarak dua busur (sekitar kurang lebih dua meter : penulis)[15]. Ketujuh, dengan perintah langsung. Mirip dengan cara wahyu Isra dan Miraj, namun ada perbedaan. Wahyu ini diturunkan dalam keadaan Nabi Muhammad saw terjaga dan diberikan langsung di bumi bukan di langit seperti Isra’ Mi’raj. Tapi pada akhir periode akhir kenabiannya, wahyu—surah-surah Madaniyah—turun dalam satu suara, yang dikenal sebagai suara Jibril[16].
Setelah wahyu pertama dan kedua turun[17], Muhammad, putra Arab ini resmi telah dinobatkan menjadi seorang Nabi dan Rasul. Karena mendapat perintah dan dipicu oleh tugas baru yang harus ia laksanakan sebagai seorang utusan (rasul) Allah, Muhammad menemui dan berbaur di tengah masyarakatnya untuk mengajar, berdakwah dan menyampaikan risalah barunya. Pada tahap awal dakwah ini dimulai, ia berperan sebagai basyiran (pembawa kabar gembira) dan nadziran (pemberi peringatan)[18].
Setelah mendiagnosa melalui beberapa sumber buku (Tafsir al-Qur’an, Hadist, sejarah, jurnal, buku pelajaran, artikel) dan menganalisis gambaran sejarah nabi Muhammad saw dari riwayat keluarganya sebelum ia lahir, saat lahir, ketika masih kecil, saat dewasa sebelum diangkat nabi, dan setelah dinobatkan menjadi rasul, maka muncullah beberapa premis dan atau konklusi—menurut penulis—tentang beberapa faktor yang menyebabkan keberhasilan dakwah nabi Muhammad saw. Keberhasilan ini tidak hanya dari faktor intrinsik (pada manusia bernama Muhammad) tetapi juga ekstrinsik (adanya Jibril atas perintah Allah dan disebabkan rahmat-Nya). Lebih lanjut, faktor keberhasilan dakwah nabi Muhammad saw ini, penulis melihatnya tidak hanya dari satu sisi, tetapi berbagai sisi. Tidak hanya dari sisi dakwah periode Makkah dan Madinah, tetapi juga dari sisi personality Muhammad dan X Factor (Faktor X), yakni rahmat Allah swt. Tidak hanya mayuaddus sunnah (saat jadi nabi) tetapi juga mala yu’addus sunnah (saat sebelum menjadi nabi). Masih banyak faktor lainnya dengan keberhasilan dakwah ini, namun menurut penulis faktor ini adalah point of view (point paling pokok) yang representatif dari faktor-faktor yang lain dan terangkum berikut ini. (Bersambung)




[1] Lihat Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI.Jakarta : Kemndikbud.2014.hal.56-60
[2] Ibid.
[3] Q.S Ali Imran: 104
[4] Seorang laki-laki pilihan Allah SWT yang menerima wahyu dari-Nya melalui Malaikat Jibril untuk dirinya sendiri dan tidak (wajib) menyampaikan kepada orang lain.
[5] Lihat Kitab Dzaqoiqul Akhbar t.t tentang kelahiran Nabi Muhammad saw
[6] Q.S. 97: 1.
[7] Lihat buku History of The Arabs, karya Philp K Hitti.2005. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Halaman: 141
[8] Seorang laki-laki pilihan Allah SWT yang menerima wahyu dari-Nya melalui Malaikat Jibril untuk dirinya sendiri dan DAN wajib menyampaikan kepada orang lain.
[9] Nabi saw bersabda, “Ruh kudus (malaikat Jibril) memasukkan pengertian ke dalam lubuk hatiku. Bahwa, seorang   manusia tidak akan mati sebelum ia menerima semua yang telah ditetapkan baginya. Karena itu hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, dan carilah rizeki dengan jalan yang baik. Janganlah sekali-kali kelambatan datangnya rizeki membuat kalian mencarinya dengan jalan maksiat [durhaka terhadap Allah]. Apa yang ada pada Allah hanya dapat diperoleh dengan cara berbakti dan taat kepada-Nya.” (lihat kitab Siratul Musthafa Shallallahu ‘alaihi wa sallama, 2008).
[10] Lihat Mana’ul Qotthan fi Ulumil Qur’an. 2005. Ummul Qura Makkah: Darl FIkr. Bab tentang ‘Ijazul Qur’an halaman 7-8
[11] Malaikat yang menyampaikan wahyu Allah ta’ala ini menyerupai seorang pria. Benar-benar tidak ada bedanya dengan seorang manusia. Sehingga Nabi saw sendiri sering terkecoh. Adakalanya para sahabat ikut melihatnya. Tetapi, para sahabat tidak tahu jika orang yang barusan ditemui itu seorang malaikat. Yang pernah terjadi malaikat yang menyerupai pria tersebut. Sangat ganteng lagi rupawan. Ketika itu banyak yang menggambarkan kebagusannya menyerupai Dahyah al-Kalby. Sampai-sampai terdapat catatan sejarah. Apabila Dahyah memasuki Kota Madinah dengan membawa barang dagangan. Banyak kaum hawa Madinah yang mengintip, atau bahkan keluar rumah untuk sekadar melihatnya.
[12] Lihat Kitab Hadist Arbain Nawawi, hadist nomer 2. Surabaya: Toha Putra.2005. halaman 2, tentang makna Iman, Islam dan Ihsan.
[13] Bukhari, jilid I, hal. 2. Bandingkan seruan Isaiah 6: 1. Lihat Tor Andrae, Mohammed: sein Leben und sein Glaube (Gottingen, 1932), hal. 39.
[14] Lihat terjemah Q.S Al-Najm ayat 1-14 juz 30.
[15] Lihat kitab Hadist Shahih Bukhori tentang Isra’ wal Mi’raj.
[16] Lihat buku History of The Arabs, karya Philp K Hitti.2005. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Halaman: 141
[17] Q.S al-‘Alaq: 1-5 (penobatan menjadi Nabi), dan Q.S Al Mudatsir: 1-3 (penobatan menjadi Rasul).
[18] Q.S 67: 26; 51: 50-51
Share: