Mutiara-mutiara Keberhasilan Dakwah Nabi Muhammad saw
Disusun Oleh : *) Akhmad Fakih, S.Pd.I
Dewasa ini, bermunculan bak cendawan ustad-ustad yang menjadi da’I,
mengisi ceramah dakwah di media sosial di youtube dan televisi. Dengan
seiringnya waktu, sebagian para da’I ini kemudian mengemukakan hal-hal yang
terdapat perbedaan pendapat (khilafiah) dalam masalah syariat agama. Diantara
mereka ada yang mengerti dan menerima perbedaan interprestasi terhadap teks,
dan sebagian lagi menentang dan bahkan berujung kepada pen-tahziran (saling
menghujat atau menjelekan). Jika dibiarkan dan semakin meruncing tentu hal ini
bukan malah menjadikan dakwah mereka diterima oleh masyarkat, sebaliknya banyak
yang berlari dan meninggalkan ajaran agama Islam. Jika agama tidak didakwahkan
dan banyak ditinggalkan akan berimplikasi terhadap merjalelanya kemaksiatan dan kesesatan, sehingga
mempercepat datangnya adzab Allah SWT (semoga Allah swt melindungi kita dari
hal itu). Tentu saja cara berdakwah seperti ini tidak dibenarkan dan harus
dicegah. Apa penyebabnya? Dan dimana
letak kesalahannya? Penyebab dan kesalahannya mengurucut kepada satu jawaban,
yakni tidak mengikuti cara dakwah rasulullah saw secara konkrit dan
komperhensif. Oleh karena itu perlu adanya flsahbcak (merajut kembali) dan
menganalisis terhadap gambaran sejarah keberhasilan dakwah nabi Muhammad saw
dalam menyebarkan agama Islam yang ditempuh dengan sangat cepat dalam kurun
waktu dua puluh tiga tahun.
Ibarat memasuki rumah, maka harus mengetahui cara membuka pintunya.
Sebelum membahas lebih dalam tentang dakwah maka perlu dipahami terlebih dahulu
makna dakwah itu sendiri. Dakwah (Arab: Masdar dari Da’a, “ajakan” ) adalah
kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan
taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata
dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti
panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata
"Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu
dakwah" dan Dakwah Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah[1].
Oleh
karena itu definisi dakwah secara bahasa berarti memanggil, menyeru, mengajak
pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain,
seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini
dikenal adanya da’wah billisān, da’wah
bilhāl dan da’wah bil-Qolam. Kegiatan bukan hanya ceramah,
tetapi juga aksi sosial yang nyata.
Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan
lain sebagainya[2].
Dakwah Penting?
Kenapa
dakwah itu penting? Dakwah sangatlah penting bagi semua umat karena tujuan
dakwah menunutun kita untuk menjadi yang lebih baik dan agar kita selau beriman
kepada Allah SWT. Selain itu, dakwah merupakan salah satu kewajiban umat Islam.
Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah
(kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain (kewajiban
individu)[3].
Ibarat kapal laut yang di kabin atas dihuni oleh penumpang banyak sedangkan
penumpang yang di dalam kabin bawah mengkampak dan perlahan mulai merusak
lambung kapal. Jika penumpang yang di atas tidak berdakwah mengingatkan dan
mencegah yang dilakukan oleh penumpang dikabin kapal bawah, maka semua
penumpang akan tenggalam. Tenggelamnya kapal ibarat adzab Allah, maka
ingatkanlah manusia, seru mereka ke jalan Allah SWT agar mereka terhindar dari
adzab-Nya yang pedih. Itulah mengapa dakwah itu sangat penting.
Rasulullah saw mulai berdawkah sejak beliau dinobatkan menjadi
seorang Rasul, setelah sebelumnya dinobatkan menjadi nabi melalui turunnya dua
ayat penting. Ayat yang pertama menobatkannya Muhammad saw menjadi Nabi[4]
adalah Q.S Al Alaq (ayat 1-5), setelah pulang dari bertahannus (menyepi)
dan ditemui oleh Namus (Jibril)[5] di
Gua Hira pada malam penuh keagungan (Laylah al-qadr)[6], yang
menurut riwayat terjadi menjelang akhir bulam Ramadan (610 M)[7], ia
kemudian pulang dalam keadaan dingin, tubuh menggigil setelah dipeluk sang
Namus di gua Hira. Saat di rumah ia meminta kepada istrinya tercinta, Siti
Khadijah (r.a), untuk menyelimutinya memberikan rasa hangat. Selang beberapa
saat—ketika nabi merebahkan diri dalam keadaan berselimut—sang Namus menyusul
kerumahya dan menurunkan ayat kedua, yaitu Q.S al Mudatsir (ayat 1-3). Ayat
kedua ini menobatkan Muhammad saw menjadi seorang Rasul[8].
Wahyu yang telah, dan kemudian turun sepanjang umur dakwah Muhammad saw, muncul
dalam bentuk suara yang berbeda dan terkadang mencul seperti Shalshalah
al-Jaras (gemerincing lonceng)[9].
Turunnya wahyu kepada rasulullah saw. terutama pada versi Makkah, Pertama,
melalui mimpi. Mimpi yang dimaksud disini adalah Ru’yatun as-Shalihah (mimpi
yang benar datangnya dari Allah swt). Saat tidur beliau bermimpi secara
tiba-tiba dan mendadak. Mimpi itu benar adanya. Sebagaimana yang pernah dialami
oleh Nabi Ibrahim a.s., yakni ketika ia dia tagih oleh Allah janjinya dan menerima perintah untuk menyembelih putranya Nabi
Isma`il a.s. Kebanyakan wahyu melalui mimpi mengandung perintah (amar). Kedua,
menghujam kedalam hati. Allah SWT langsung menghujamkan wahyu kepada hati
nabi Muhammad saw[10]. Ketiga,
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad saw. dalam bentuk Manusia[11]
(laki-laki)[12].
Keempat, Gemrincing Lonceng (Shalshalah al-Jaras). Nabi saw merasa berat jika wahyu turun dalam
versi dentang lonceng ini. Ia sangat merasakan adanya sesuatu yang amat sangat
berat. Keningnya bercucuran keringat deras, sekalipun udara teramat sangat
sejuk dan dingin. Jika wahyu versi ini turun, dan ia dalam keadaan menunggangi
unta atau bighal (keledai atau anak kuda kecil), sektika hewan itu langusng
rapuh bersimpuh atau menderum. Indikasi ini pernah terjadi pada sahabat Zaid
bin Tsabit yang saat itu berdampingan dengan Nabi saw saat beliau menerima
wahyu dalm bentuk Shalshalah al-Jaras ini. Kaki sahabat Zaid yang tertindihi
kaki seakan mau hancur lebur, karena amat sangat beratnya penderitaan Nabi saw
jika wahyu dalam bentuk Shalshalah al-Jaras ini turun[13]. Kelima,
Jibril dalam wujud Aslinya[14]. Keenam,
Melalui Peristiwa Isra` dan Mi’raj. Allah SWT langsung menyampaikan
kepada Muhammad saw dari belakang tabir
yang hanya berjarak dua busur (sekitar kurang lebih dua meter : penulis)[15]. Ketujuh,
dengan perintah langsung. Mirip dengan cara wahyu Isra dan Miraj, namun ada
perbedaan. Wahyu ini diturunkan dalam keadaan Nabi Muhammad saw terjaga dan
diberikan langsung di bumi bukan di langit seperti Isra’ Mi’raj. Tapi pada
akhir periode akhir kenabiannya, wahyu—surah-surah Madaniyah—turun dalam satu
suara, yang dikenal sebagai suara Jibril[16].
Setelah wahyu pertama dan kedua turun[17],
Muhammad, putra Arab ini resmi telah dinobatkan menjadi seorang Nabi dan Rasul.
Karena mendapat perintah dan dipicu oleh tugas baru yang harus ia laksanakan
sebagai seorang utusan (rasul) Allah, Muhammad menemui dan berbaur di
tengah masyarakatnya untuk mengajar, berdakwah dan menyampaikan
risalah barunya. Pada tahap awal dakwah ini dimulai, ia berperan sebagai basyiran
(pembawa kabar gembira) dan nadziran (pemberi peringatan)[18].
Setelah mendiagnosa melalui beberapa sumber buku (Tafsir al-Qur’an,
Hadist, sejarah, jurnal, buku pelajaran, artikel) dan menganalisis gambaran
sejarah nabi Muhammad saw dari riwayat keluarganya sebelum ia lahir, saat
lahir, ketika masih kecil, saat dewasa sebelum diangkat nabi, dan setelah
dinobatkan menjadi rasul, maka muncullah beberapa premis dan atau
konklusi—menurut penulis—tentang beberapa faktor yang menyebabkan keberhasilan
dakwah nabi Muhammad saw. Keberhasilan ini tidak hanya dari faktor intrinsik (pada
manusia bernama Muhammad) tetapi juga ekstrinsik (adanya Jibril atas perintah
Allah dan disebabkan rahmat-Nya). Lebih lanjut, faktor keberhasilan dakwah nabi
Muhammad saw ini, penulis melihatnya tidak hanya dari satu sisi, tetapi
berbagai sisi. Tidak hanya dari sisi dakwah periode Makkah dan Madinah, tetapi
juga dari sisi personality Muhammad dan X Factor (Faktor X),
yakni rahmat Allah swt. Tidak hanya mayuaddus sunnah (saat jadi nabi)
tetapi juga mala yu’addus sunnah (saat sebelum menjadi nabi). Masih
banyak faktor lainnya dengan keberhasilan dakwah ini, namun menurut penulis
faktor ini adalah point of view (point paling pokok) yang representatif dari
faktor-faktor yang lain dan terangkum berikut ini. (Bersambung)
[1] Lihat
Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI.Jakarta : Kemndikbud.2014.hal.56-60
[2] Ibid.
[3]
Q.S Ali Imran: 104
[4] Seorang laki-laki pilihan Allah SWT yang menerima wahyu
dari-Nya melalui Malaikat Jibril untuk dirinya sendiri dan tidak (wajib)
menyampaikan kepada orang lain.
[5] Lihat Kitab Dzaqoiqul Akhbar t.t tentang kelahiran
Nabi Muhammad saw
[6] Q.S. 97: 1.
[7] Lihat buku History of The Arabs, karya Philp K
Hitti.2005. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Halaman: 141
[8] Seorang laki-laki pilihan Allah SWT yang menerima
wahyu dari-Nya melalui Malaikat Jibril untuk dirinya sendiri dan DAN wajib
menyampaikan kepada orang lain.
[9] Nabi saw bersabda, “Ruh kudus (malaikat Jibril)
memasukkan pengertian ke dalam lubuk hatiku. Bahwa, seorang manusia tidak akan mati sebelum ia menerima
semua yang telah ditetapkan baginya. Karena itu hendaklah kalian bertakwa
kepada Allah, dan carilah rizeki dengan jalan yang baik. Janganlah sekali-kali
kelambatan datangnya rizeki membuat kalian mencarinya dengan jalan maksiat
[durhaka terhadap Allah]. Apa yang ada pada Allah hanya dapat diperoleh dengan
cara berbakti dan taat kepada-Nya.” (lihat kitab Siratul Musthafa Shallallahu
‘alaihi wa sallama, 2008).
[10]
Lihat Mana’ul Qotthan fi Ulumil Qur’an. 2005. Ummul Qura Makkah: Darl
FIkr. Bab tentang ‘Ijazul Qur’an halaman 7-8
[11] Malaikat yang menyampaikan wahyu Allah ta’ala ini
menyerupai seorang pria. Benar-benar tidak ada bedanya dengan seorang manusia.
Sehingga Nabi saw sendiri sering terkecoh. Adakalanya para sahabat ikut
melihatnya. Tetapi, para sahabat tidak tahu jika orang yang barusan ditemui itu
seorang malaikat. Yang pernah terjadi malaikat yang menyerupai pria tersebut.
Sangat ganteng lagi rupawan. Ketika itu banyak yang menggambarkan kebagusannya
menyerupai Dahyah al-Kalby. Sampai-sampai terdapat catatan sejarah. Apabila
Dahyah memasuki Kota Madinah dengan membawa barang dagangan. Banyak kaum hawa
Madinah yang mengintip, atau bahkan keluar rumah untuk sekadar melihatnya.
[12] Lihat Kitab Hadist Arbain Nawawi, hadist nomer 2.
Surabaya: Toha Putra.2005. halaman 2, tentang makna Iman, Islam dan Ihsan.
[13]
Bukhari, jilid I, hal. 2. Bandingkan seruan Isaiah 6: 1. Lihat Tor Andrae, Mohammed:
sein Leben und sein Glaube (Gottingen, 1932), hal. 39.
[14] Lihat terjemah Q.S Al-Najm ayat 1-14 juz 30.
[15] Lihat kitab Hadist Shahih Bukhori tentang Isra’ wal
Mi’raj.
[16] Lihat buku History of The Arabs, karya Philp K
Hitti.2005. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Halaman: 141
[17]
Q.S al-‘Alaq: 1-5 (penobatan menjadi Nabi), dan Q.S Al Mudatsir: 1-3 (penobatan
menjadi Rasul).
[18]
Q.S 67: 26; 51: 50-51
0 komentar:
Post a Comment